![]() |
Raymond Pasla SSos MSi /ist |
MANADO, PILARSULUT.co - Menanggapi persoalan dugaan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) fiktif oleh komisioner KPID Sulut mendapat perhatian serius dari berbagai pihak.
Termasuk mantan Ketua KPID Sulut Raymond Pasla SSos MSi yang ikut menyorot dugaan korupsi ini.
Raymond mengatakan, KPID sebagai lembaga independen ditempati oleh orang-orang yang berintegritas.
"Dalam menjalankan tugas perlu kerja sama dan kekompakan agar misi menjaga sistem penyiaran yang sehat benar-benar dapat dijalankan," ujarnya sambil menambahkan sulit menjalankan tugas bersama jika komisionernya tidak kompak dan tidak transparan, apalagi sampai ada dugaan LPJ fiktif yang diduga dilakukan komisioner.
"Bagaimana dapat menjalankan tugas bersama menjaga kedaulatan frekuensi jika komisionernya tidak kompak," ujar mantan Ketua KPID Sulut dua periode ini menjawab masalah yang tengah dihadapi KPID Sulut soal penggunaan anggaran.
Menurutnya, dalam menjalankan tugas, KPID dibiayai lewat APBD sehingga KPID sebagai badan publik wajib untuk mempertanggungjawabkan anggaran yang digunakan disertai programnya.
"Semua badan publik yang menggunakan anggaran baik dari APBD maupun APBN dan sumber dana lainnya wajib mempertanggungjawabkan anggaran, baik diminta atau tidak," katanya.
Lanjutnya, kalau ada yang meminta penggunaan anggaran diperiksa, katanya itu merupakan kewajiban dan konsekuensi karena KPID adalah badan publik.
Menurutnya jika ada pihak yang menduga terjadi pertanggungjawaban fiktif, maka hal itu wajib ditelusuri pihak berwajib sebagai bagian dari transparansi anggaran.
"Jika nantinya ada temuan maka diproses sesuai mekanisme sanksi yang berlaku," ujarnya sambil menambahkan komisioner hendaknya menjaga integritas, baik dalam menjalankan tugas maupun dalam penggunaan anggaran.
"Harus dipertanggungjawabkan secara lembaga maupun personal, dan hal ini harus transparan agar tidak terjadi saling tuding. Pihak berwajib hendaknya menseriusi dugaan LPJ fiktif ini," katanya.
Sama dengan Raymond, sebelumnya juga mantan komisioner KPID Sulut periode 2021-2024 Boyke Sondakh juga angkat bicara.
Dia mengaku untuk periode 2021-2024 selalu melapor LPJ dengan benar atau tidak fiktif.
"Maklum kalau kami KPID 2021-2024 tidak pernah melaporkan keuangan fiktif, terima kasih," tulis Boyke melalui pesan WhatsApp.
"Akhir tahun 2024 dilakukan laporan pertanggungjawaban oleh pengurus baru, makanya hubungi saja Pak Ketua Stevani (Maksudnya torang pengurus lama so nda lia itu laporan yang ketua baru beking.....terima kasih," jelas Boyke.
"Bapak bisa hubungi Ketua pak Stevani Runtukahu KPID Periode 2024-2027 karena beliau yang pertanggung jawabkan ke Inspektorat," tulis Boyke sembari menjelaskan bahwa kepengurusan yang lama periode 2021-2024 tidak pernah melapor LPJ fiktif.
Memang sorotan Raymond Pasla sangat mendasar karena Ketua KPID Sulut Stevani Runtukahu saat dikonfirmasi terkesan melempar tanggungjawab.
"Tanyakan saja ke Reidi Sumual, dia juru bicara KPID, " jawab Runtukahu saat dikonfirmasi lewat telepon selular, Senin (24/03/2025) sore.
Disinggung soal tidak melalui pleno, Runtukahu langsung menepisnya.
"Ini sudah melalui pleno, jelasnya tanya saja ke jubir Reidi Sumual," tambahnya lagi.
Menurut Runtukahu untuk periode 2021 hingga 2024 ada dua kepemimpinan di KPID Sulut.
"Dari Januari hingga Agustus Reidy Sumual ketua, selanjutnya September hingga Desember saya yang ketua," pungkas Runtukahu.
LHP KPID Sulut yang diduga beraroma korupsi ini mencuat setelah Komisioner KPID Sulut saat ini Reidi Sumual mengungkap dugaan LPJ fiktif yang dilaporkan kepengurusan periode 2024-2027 yang diketuai Stevani Runtukahu.
Menurut Reidi dalam pertanggung jawaban dana hibah termin II tahun 2024 KPID Sulut, terdapat belanja yang kesemuanya fiktif alias tidak dibelanjakan oleh Komisioner KPID Periode 2021-2024 yang berakhir tugasnya pada Agustus 2024.
"Contoh ada nota BBM dan ATK sepanjang Januari hingga Agustus 2024 yang kesemuanya fiktif karena tidak digunakan ataupun dibelanjakan oleh Komisioner KPID Periode 2021-2024," ujar dia.
Reidi mengaku tidak mengetahui laporan keuangan tersebut lantaran tak pernah ditunjukkan selama rapat. Dia pun berinisiatif mencari tahu di Inspektorat.
Ia kaget melihat dalam laporan tersebut ada yang fiktif.
"Bayangkan saja, ada satu bagian laporan yang saya minta tidak diberi, nanti bikin surat dulu baru dikasi, kenapa tidak transparan, bisa ditanya ke komisioner lainnya, selama ini tidak pernah dalam rapat dibuka semua pengeluaran dan pembelanjaan.” katanya.
Bebernya, ini berbeda dengan komisioner periode sebelumnya. Setiap pengeluaran dana selalu dirapatkan dulu.
"Sehingga semua komisioner mengetahui dengan pasti totalitas penggunaan dana hibah," katanya.
Reidi mengaku tak punya motivasi lain membongkar dugaan laporan keuangan fiktif tersebut selain mencari kebenaran.
"Ini demi bersih bersih, agar hal seperti ini tidak terjadi lagi dan sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi dalam Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto dan program Gubernur Sulut dan Wagub Sulut," kata dia.
Hal ini pun mengagetkan komisioner periode sebelumnya selain Reidi. Mereka adalah Boyke Sondakh dan Meilany Rauw. Ketiganya merasa kaget, kecewa dan marah mengetahui laporan fiktif tersebut.
Meilany Rauw yang juga bendahara pada periode sebelumnya yakin benar tidak ada penggunaan atau belanja BBM/ ATK sepanjang Januari hingga Agustus 2024. (*)